BahanKain.com - Ekspor batik di Indoneisa mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ini menyebabkan pemerintah Indonesia berpikir keras atas upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengembalikan nilai ekspor batik di kancah internasional seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2017 ekspor batik dan produk batik mencapai USD58,46 juta, dimana Indonesia menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia (Sumber: Kemenperin(2018)) dengan negara tujuan meliputi Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Tidak hanya sebagai market leader, namun sejak tahun 2014 Kota Yogyakarta telah dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia. Namun pada kenyataanya masih banyak kendala yang dihadapi oleh pasar batik di Indonesia. Bahkan pangsa ekspor pakaian jadi Indonesia saat ini berada di bawah Bangladesh dan Vietnam, hal ini disebabkan preferensi tarif ke EU dan AS sebesar 0%, sedangkan Indonesia mendapatkan tarif normal sebesar 5-20%. Inilah penyebab ekspor batik semakin menurun di Kancah Internasional.
Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Nilai Ekspor di Kancah Internasional
Saat ini Pemerintah sedang bekerja keras untuk mengembalikan nilai ekspor batik dan produk batik di Kancah Internasional. Salah satu yang dilakukan yaitu dengan menggelar FGD bertemakan “Mendorong Eksistensi Batik di kancah Internasional”. Acara yang digelar di Yogyakarta ini dihadiri oleh para praktisi/narasumber dan pelaku Industri pertekstilan, Seni, dan Fashion.
Tujuan diadakan Focus Group Discussion (FGD) tersebut untuk melakukan asesmen terhadap perkembangan iklim usaha industri batik DIY saat ini dan dimasa depan, menakar daya saing industri batik di pentas internasional, dan menyusun kebijakan yang relevan dan konsisten pada industri batik di DIY.
Beberapa poin menjadi pembahasan penting dalam FGD yang dilaksanakan pada hari Kamis, 11 Oktober 2018 ini. Selain pembahasan tentang perkembangan kinerja ekspor impor, daya saing serta market access produk batik jogja ke luar negeri, beberapa kondisi dianggap menjadi ancaman dan kelemahan dari perkembangan industri batik di DIY seperti respon masyarakat, ekternal, kebijakan pemerintah (termasuk SVLK) dan dampak trade war. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan memberi dukungan dalam kemudahan investasi dan pengembangan industri terkait perizinan, insentif fiskal, upah dan penyediaan lahan. Aspek pengembangan produk/usaha, daya saing, bahan baku, infrasturktur, teknologi, dan pembiayan tidak luput menjadi poin penting dalam pembahasan FGD ini.
FGD ini diharapakan dapat memecahkan permasalah atas ekspor batik yang semakin menurun dan mengembalikan batik Indonesia menjadi market leader pasar batik dunia.