Paris, 17 Juli 2025 – Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya melalui diplomasi tekstil. Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon, menyerahkan empat kain tradisional Nusantara kepada UNESCO dalam sebuah acara resmi di markas besar lembaga tersebut di Paris, Prancis.
Penyerahan ini bukan hanya simbol penghargaan terhadap
keindahan tekstil Indonesia, melainkan juga bagian dari strategi memperkuat
diplomasi budaya di kancah internasional. Kain-kain tersebut kini dipamerkan di
Indonesia Corner, sebuah ruang
khusus di UNESCO yang didedikasikan untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia
kepada masyarakat dunia.
Kain
Tradisional: Bahasa Budaya Tanpa Kata
Empat kain yang diserahkan mewakili keragaman budaya dan
kekayaan nilai lokal Indonesia. Di antaranya adalah:
·
Batik
Sawunggaling (Jawa Tengah) – Menggambarkan motif ayam jantan sebagai simbol
kekuatan, keberanian, dan martabat. Motif ini juga mencerminkan nilai-nilai
luhur yang dipegang masyarakat Jawa.
·
Tenun Ikat
dari Sumba (Nusa Tenggara Timur) – Tenun ini dikenal dengan proses
pembuatannya yang rumit dan memakan waktu berminggu-minggu. Warna-warna alami
dan simbol-simbol kosmologis menjadi ciri khas kain Sumba yang sarat makna.
Dua kain lainnya belum dijelaskan secara rinci dalam
pernyataan resmi, namun semuanya dipilih secara kuratorial sebagai representasi
berbagai wilayah Indonesia yang kaya akan seni tekstil.
Menurut Fadli Zon, wastra Nusantara adalah "bahasa tanpa
kata" yang bisa membangun dialog budaya tanpa harus diucapkan. Ia
menegaskan bahwa setiap motif dan helai benang memiliki makna mendalam yang
menggambarkan filosofi hidup masyarakat lokal.
Pujian dari
UNESCO dan Komitmen Global
Jennifer Linkins, selaku Assistant Director-General untuk
Administrasi dan Manajemen UNESCO, memberikan apresiasi atas inisiatif
Indonesia. Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk nyata komitmen terhadap
pelestarian warisan budaya tak benda dan menjadi contoh inspiratif bagi
negara-negara lain.
Acara ini juga menjadi momen penting dalam menunjukkan posisi
Indonesia sebagai negara yang aktif dalam diplomasi budaya. Penempatan wastra
Nusantara di ruang publik internasional seperti UNESCO menjadi strategi efektif
dalam memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal kepada dunia global.
Kerja Sama
Budaya Indonesia-Prancis
Kunjungan Fadli Zon ke Paris juga mencakup pertemuan
bilateral dengan Menteri Kebudayaan Prancis, Rachida Dati. Dalam pertemuan
tersebut, kedua negara menyepakati kerja sama di bidang pelestarian warisan
budaya, pengembangan museum, dan industri kreatif.
Kesepakatan ini memperluas cakupan hubungan bilateral antara
Indonesia dan Prancis yang sebelumnya lebih banyak difokuskan pada bidang perdagangan
dan pendidikan. Diplomasi budaya kini menjadi jembatan baru yang menguatkan
hubungan antarbangsa berbasis nilai dan identitas.
Langkah
Lanjutan: Indonesia Corner dan Promosi Budaya
“Indonesia Corner” di UNESCO tidak hanya berfungsi sebagai
ruang pamer sementara, melainkan juga sebagai pusat informasi budaya Indonesia.
Di tempat ini, pengunjung dapat mengenal lebih dalam tentang kain tradisional,
seni rupa, musik, hingga kuliner khas Indonesia.
Langkah ini mengikuti jejak upaya sebelumnya dalam mempromosikan
batik sebagai Warisan Budaya Takbenda
UNESCO sejak tahun 2009. Kini, Indonesia terus mendorong pengakuan terhadap
warisan lainnya seperti kebaya, jamu,
gamelan, kolintang, dan Reog Ponorogo.
Melalui penyerahan empat kain tradisional di UNESCO,
Indonesia tidak hanya memamerkan kekayaan budaya, tapi juga mengukuhkan wastra
sebagai alat diplomasi yang kuat. Tradisi dan tekstil bukan hanya produk
budaya, melainkan juga identitas bangsa yang patut dirawat dan dibanggakan.
Kain-kain ini membawa pesan: Indonesia adalah bangsa yang
besar karena ragamnya, dan kain tradisional adalah benang-benang yang menjahit
kisah tersebut ke mata dunia.