BULETIN TEKSTIL.COM – Indonesia merupakan salah
satu dari jajaran 10 negara pengekspor pakaian terbesar di dunia. Industri
tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang berperan penting
karena sektor inilah yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian
nasional. Tak bisa dipungkiri, perkembangan industri tekstil di Indonesia saat
ini sedang “meroket” seiring dengan kemajuan fashion dikalangan masyarakat.
Hal ini bisa dilihat dari
perubahan gaya berpakaian yang berganti dengan sangat cepat, baik dalam bentuk
motif yang beragam maupun style yang disajikan menjadi daya tarik tersendiri
bagi kebutuhan gaya generasi muda saat ini.
Sumber: buletintekstil.com
Arus fashion kini tidak lagi
berpatokan pada dua atau empat pakem musim. Hampir dari setiap waktu kita bisa
menemukan busana mode terbaru dari keluaran merk papan tengan yang sering
sekali mengadakan event flash sale berkala. Istilah ini sering kita kenal
dengan sebutan “fast fashion”. Fast fashion berfokus pada kecepatan dan biaya
produksi rendah agar bisa menghadirkan koleksi baru yang terinspirasi oleh
tampilan gaya selebriti ataupun mode catwalk. Kekuatan arus mode mode saat ini
hanya mampu bertahan di 6-8 minggu dan kemudian akan berganti dengan yang baru.
Dari sisi ekonomi, tentunya akan
sangat menguntungkan, hal ini bisa dilihat bahwa Industri tekstil merupakan
penyumbang devisa ekspor terbesar ketiga bagi Indonesia. Industri ini pada
tahun 2017 menyumbangkan devisa ekspor sebesar 2,54 miliar dollar Amerika
Serikat (AS). Kontribusi ini berada di peringkat ketiga setelah produk sawit
sebesar 22,9 dollar AS miliar dan sektor pariwisata sebesar 20 miliar dollar
AS.
Namun, dari sisi analisis
lingkungan, dengan adanya tekanan untuk memproses bahan pakain jadi dengan
sangat cepat mengikuti trend kekinian, tentunya akan berdampak besar terutama
dalam penggunaan bahan-bahan beracun dan berbahaya. Warna-warna cerah, cetakan
dan finishing kain adalah fitur menarik dari mode busana, namun banyak di
antaranya menggunakan bahan kimia beracun.
Limbah tekstil adalah konsekuensi
yang tidak diinginkan dari fast fashion, karena Indahnya fashion tidak selalu
harus mengorbankan lingkungan.
Pada edisi ke 5 bulan lalu, sempat
disebutkan salah satu teknik yang bisa dilakukan untuk meminimisasi kandungan
limbah yang dihasilkan dari proses industri tekstil adalah dengan menggunakan
system pengolahan limbah dengan “activated Sludge (system lumpur aktif)”.
Selain sistem lumpur aktif
konvensional seperti yang telah disebutkan, ada beberapa modifikasi dari proses
lumpur aktif yang dapat digunakan digunakan guna untuk menimisasi kandungan
limbah senyawa organik maupun anorganik yang dihasilkan dalam proses industri
tekstil diantaranya yaitu sistem aerasi berlanjut
(extended aeration system), Sistem aerasi bertahap (step
aeration), Sistem aerasi berjenjang (tappered aeration), sistem stabilisasi
kontak (contact stabilization system), Sistem oksidasi parit (oxydation ditch),
Sistem lumpur aktif kecepatan tinggi (high rate activated sludge), dan sistem
lumpur aktif dengan oksigen murni (pure-oxygen activated sludge) dengan
beberapa pertimbangan untuk pemilihan proses tersebut dari mulai jumlah air
limbah yang akan diolah, beban organik, kualitas air olahan yang diharapkan,
lahan yang diperlukan serta kemudahan operasi dan lainnya.
Berikut akan dijelaskan 3 contoh
dari modifikasi system lumpur aktif:
A. Sistem Aerasi Berlanjut
(Extended Aeration System)
Proses ini biasanya dipakai untuk
pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatmet) dengan beberapa
ketentuan antara lain:
1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.
2. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer.
3. Sistem beroperasi dengan F/M ratio yang lebih rendah (umumnya < 0,1 kg BOD/ per kg MLSS per hari) dibandingkan dengan sistem lumpur aktif konvensional (0,2 – 0,5 kg BOD per kg MLSS per hari).
4. Sistem ini membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang menggunakan paket pengolahan.
Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem “Extended Aeration” Dan Contoh Kriteria Perencanaan
Sumber: buletintekstil.com
B. Proses Dengan Sistem Oksidasi
Parit (Oxidation Ditch)
Sistem oksidasi parit terdiri dari bak aerasi berupa parit atau saluran yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran atau parit tersebut menerima limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic retention time) mendekati 24 jam. Proses ini umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah domestik untuk komunitas yang relatif kecil dan memerlukan luas lahan yang cukup besar.
Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Oksidasi Parit “Oxidation Ditch” Dan Contoh Kriteria Perencanaan.
Sumber: buletintekstil.com
Instalasi Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Oksidasi Parit “Oxidation Ditch”.
Sumber: buletintekstil.com
C. Sistem Lumpur
Aktif Kecepatan Tinggi (High RateActivated Sludge)
Sistem ini
digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk beban
BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. Proses
ini mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini beroperasi
pada konsentrasi MLSS yang tinggi. MLSS adalah jumlah total dari padatan
tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya
adalah mikroorganisme.
Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem “High Rate Aeration” Dan Contoh Kriteria Perencanaan
Sumber: buletintekstil.com
Dengan adanya berbagai alternatif pengolahan limbah industri tekstil maka diharapakan industri ini akan terus maju dan berkembang dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Saat ini Indonesia telah bersiap menuju revolusi industri 4.0 untuk menjadi negara yang lebih maju dan ditargetkan menjadi bagian 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030 sesuai target dari roadmap Making Indonesia 4.0. Bahkan industri TPT saat ini menjadi salah satu kelompok industri pengolahan yang dikategorikan sebagai industri strategis dan prioritas nasional sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN). Oleh karena itu alangkah lebih baik target peningkatan ekonomi ini diiringi dengan target untuk meningkatkan mutu lingkungan.
Sumber Berita: buletintekstil.com