BULETIN TEKSTIL.COM/ JAKARTA – Kementerian
Perindustrian aktif memantau secara langsung penerapan protokol kesehatan serta
Izin Operasional dan Mobilisasi Kegiatan Industri (IOMKI) di sejumlah sektor
industri manufaktur yang tergolong kritikal atau esensial, terutama dalam masa
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 saat ini. Selain
untuk mendorong percepatan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19, langkah
strategis ini juga diharapkan menjaga aktivitas produksi di sektor industri,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor.
“Pemantauan ini sekaligus
menyosialisasikan penerbitan Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun
2021 tentang Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri pada Masa Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Covid-19,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin,
Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier saat
mengunjungi perusahaan baja PT. AM/NS Indonesia di Kawasan MM2100, Cibitung,
Bekasi, Senin (26/7). Pada kesempatan ini, turut hadir Inspektur Jenderal
Kemenperin, Masrokhan.
Dirjen ILMATE menegaskan, industri
baja merupakan salah satu sektor strategis karena produksinya dijadikan sebagai
bahan baku untuk menopang sejumlah aktivitas sektor lainnya. Oleh karena itu,
industri baja punya peran penting atau sering disebut juga sebagai mother of
industries.
“Dalam kondisi pandemi, utilitas
PT. AM/NS Indonesia berjalan 100% karena didukung pasar ekspor, termasuk ke
Amerika Serikat. Saat ini, ekspornya mencapai 13.000 ton di bulan Juni 2021
atau meningkat dibandingkan bulan Januari yang mencapai 2000 ton untuk produk
CRC dan baja lapis. Guna memacu kinerja sektor industri baja, kami terus berupaya
untuk menjaga ketersediaan bahan baku serta mengatasi kesulitan logistik dari
shipping company,” papar Taufiek.
Dirjen ILMATE memberikan apresiasi
kepada PT. AM/NS Indonesia yang gencar melakukan ekspor di tangah dampak
pandemi. “Produk baja Indonesia mudah masuk ke Amerika dan Eropa. Sementara
dari China, Vietnam, dan India lebih sulit, karena ekspor baja Indonesia tidak
kena hambatan perdagangan dari pasar Eropa dan Amerika,” tandasnya.
Lebih lanjut, Dirjen ILMATE
mengapresiasi PT. AM/NS Indonesia sebagai salah satu industri baja di tanah air
yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin. Selain itu,
perusahaan sudah melaksanakan program vaksinasi Gotong Royong tahap pertama
yang diikuti sebanyak 397 pekerja, yang juga dipantau dalam laporan IOMKI.
“Kemenperin mewajibkan kepada
seluruh sektor industri yang memegang IOMKI untuk melaporkan pelaksanaan
operasional dan mobilitas kegiatan industrinya secara berkala, yakni dua kali
dalam satu minggu melalu portal SIINas,” ungkapnya.
Kontribusi signifikan
Di samping itu, industri baja
selama ini memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian nasional, mulai
dari peningkatan pada investasi, penyerapan tenaga kerja, hingga sumbangsih
nilai ekspornya. Pada triwulan I tahun 2021, industri logam dasar, barang
logam, bukan mesin dan peralatannya sebagai kelompok penyumbang terbesar pada
penanaman modal di sektor manufaktur dengan mencapai nilai Rp27,9 triliun
(berkontribusi 12,7%).
Berikutnya, pada Januari-Maret
2021, nilai ekspor industri logam dasar tercatat sebesar USD5,87 miliar atau
naik 7% dibanding capaian di periode yang sama tahun lalu mencapai USD5,48
miliar. “Artinya, industri baja terus memberikan kontribusi besarnya bagi
penerimaan devisa, terutama dalam proses hilirisasi atau peningkatan nilai
tambah bahan baku di dalam negeri,” jelas Taufiek.
Meskipun di tengah hantaman dampak
pandemi Covid-19, permintaan terhadap produk baja di pasar ekspor mengalami
peningkatan hingga kuartal pertama tahun ini seiring dengan berjalannya
kegiatan kontruksi. “Kami juga terus mendorong peningkatan penggunaan produk
baja di dalam negeri, karena pembangunan konstruksi di tanah air yang masih
terus berjalan,” imbuhnya.
Taufiek mengemukakan, hampir
seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada tahun 2020 karena dampak
pandemi. Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara, seperti China
yang produksinya justru meningkat 5,2%. Berikutnya, produksi baja di Turki
meningkat 6%, Iran meningkat 13%, dan Indonesia mampu meningkat hingga 30,25%
dibandingkan pada 2019.
Adapun kemampuan industri baja
nasional, tercemin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab,
billet, bloom) saat ini lebih dari 13 juta ton dengan perkiraan produksi tahun
2020 sebesar 11,6 juta ton atau meningkat 30,25% dibanding tahun 2019 yang
mencapai 8,9 juta ton. Selain itu, utilisasi pada tahun 2020 juga meningkat
hingga 88,38% dari tahun 2019 sebesar 67,86%.
“Sektor industri baja merupakan
indikator perekonomian suatu negara. Artinya, kalau industri bajanya tumbuh, tentunya
ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Selain itu, yang penting adalah kita
harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” tegasnya.
Seiring dengan kebijakan substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022 yang diinisiasi oleh Kemenperin, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34% pada tahun 2020 dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sumber Berita: buletintekstil.com