Pisang merupakan tumbuhan dari
genus Musaceae yang memiliki beragam bentuk dan warna seperti hijau, kuning dan
merah. Dibandingkan tanaman lain,pohon pisang memiliki struktur khas yang sangat
mudah diidentifikasi. Morfologi pohon pisang bisa dibagi menjadi 5 bagian yaitu
akar, batang, daun, buah dan bunga.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pisang berasal dari kawasan Asia Tenggara terutama wilayah Semenanjung
Malaya, Filipina dan India. Namun, kini penyebarannya sudah merata di daerah
beriklim tropis dan sub-tropis. Mulai dari kawasan Asia Tenggara, Hawai hingga
Samudera Atlantik.
Getah pisang mengandung tanin dan
asam galat. Dimana tanin adalah pigmen alami penghasil warna coklat. Disebut
juga asam tanah dari kelompok senyawa nabati yang bersifat asam, aromatik,
serta memberi rasa kesat. Tanin mampu mengendapkan alkanoid, merkuri klorida,
logam berat serta membentuk larutan biru tua atau hitam dengan larutan ferri
dalam keadaan basa atau mengalami oksidasi.
Seperti halnya pengolahan pewarna alami lain, pengambilan zat warna dari pohon pisang juga dilakukan melalui proses ekstraksi. Yaitu proses pemisahan suatu komponen dengan cara melarutkan salah satu komponen menggunakan pelarut yang sesuai.
Sumber: https://jogja.tribunnews.com/
Proses ekstraksi dilakukan pada pohon
pisang ambon, kepok dan raja. Sedangkan bagian dari pohon pisang yang
diekstraksi yaitu tangkai daun, tangkai buah dan batang pohon. Setelah itu, ekstrak
zat pewarna dipekatkan dalam alat distilasi untuk memisahkan pelarut dan pigmen
warna lalu dikeringkan dengan dryer atau oven hingga menjadi serbuk.
Serbuk tersebut digunakan dalam
proses pewarnaan pada kain lalu diuji ketahanan lunturnya terhadap pencucian
dengan alat laundrymeter. Hasilnya dianalisa menggunakan gray scale maupun staining
scale. Percobaan dilakukan pada masing-masing bagian serta jenis pohon
pisang yaitu meliputi batang, tangkai daun dan tangkai buah dari pisang pisang
kepok, ambon maupun pisang raja.
Serbuk hasil ekstraksti tersebut
diaplikasikan ke produk tekstil kemudian diuji ketahanannya. Mekanisme pewarnaan
tekstil sendiri meliputi proses mordanting, pewarnaan, fiksasi dan pengeringan.
1.
Mordan
Mordanting adalah perlakuan awal pada kain yang akan
diwarnai untuk menghilangkan lemak, minyak, kanji serta kotoran sisa dari proses
pertenunan. Dimana kain dimasukkan ke dalam larutan tawas yang dipanaskan
hingga mendidih.
2.
Pencelupan
Pewarnaan dilakukan dengan pencelupan kain pada zat
warna.
3.
Fiksasi
Sedangan fiksasi merujuk pada proses penguncian warna kain
yang juga menggunakan campuran air dan tawas. Pewarnaan kain dengan zat warna
alam membutuhkan mekanisme ini agar memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada
tiga jenis larutan fixer yang umum
digunakan yaitu tunjung, tawas dan kapur tohor.
Uji ketahanan luntur warna dilakukan dengan mengamati adanya perubahan warna. Penilaian penodaan terhadap kain putih juga diuji setelah dimasukkan ke Laundrymeter.
Penilaian secara visual membandingkan perubahan warna standar yang
digunakan oleh International Standar Organization (I.S.O). Skala abu – abu
menilai perubahan warna contoh uji dan standar skala penodaan guna menilai
penodaan warna pada kain putih.
Setidaknya, ada 2 standar dalam
uji tahan luntur, diantaranya yaitu:
·
Standar Skala Abu – abu (Gray Scale)
Standar skala abu – abu atau grey scale terdiri dari 9 pasang lempeng standar abu. Setiap pasang
menunjukkan perbedaan warna sesuai dengan nilai tahan ketahanan lunturnya Standar
ini digunakan untuk menilai perubahan warna pada uji tahan luntur warna.
·
Standar Skala Penodaan (Staining Scale)
Staining scale dipakai untuk menilai penodaan warna pada
kain putih dalam menentukan tahan luntur warna. Standar skala penodaan terdiri
dari sepasang lempeng putih dan abu – abu yang menunjukkan kekontrasan sesuai nilai
penodaan warna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1.
Kandungan dan rendemen
Kandungan zat warna pada tangkai buah jauh lebih besar
dibandingkan tangkai daun ataupun batang pohon. Sedangkan rendemen paling besar
berasal dari tangkai buah pisang kepok.
2.
Intensitas warna
Intensitas warna dari tiap bagian dan jenis pohon
pisang tergantung kemampuan absorbansinya. Dalam hal ini, zat warna batang
pohon kepok menmpunyai daya serat paling besar yaitu 0,43. Intensitasnya juga
lebih tua dibandingkan jenis dan bagian pohon pisang lain.
3.
Hasil uji grey scale
Zat warna dari getah tangkai daun pisang raja, tangkai
buah pisang kepok dan batang pohon pisang kepok menghasilkan nilai Gray Scale
cukup baik. Sementara yang lainnya bernilai cukup bahkan kurang. Artinya,
sebagian besar kain yang diwarnai menggunakan jenis pewarna dari getah pohon
pisang akan luntur jika dicuci. Sehingga proses fiksasi harus lebih
diperhatikan .
4.
Hasil Uji staining scale
Bedasarkan uji penodaan kain, hampir semua jenis dan bagian
pohon pisang memiliki nilai Staining Scale yang baik. Hanya staining scale pada
zat warna dari getah tangkai buah pisang raja dan tangkai daun pisang kepok cenderung
rendah.
Itu dia ulasan singkat mengenai
inovasi pewarna alami tekstil berbahan dasar pohon pisang. Semoga bermanfaat
ya!
Sumber:
Buletin Tekstil Edisi 34