Batik larangan keraton
Yogyakarta biasa disebut juga “Awisan Dalem”, yakni motif-motif batik dimana
sang pengguna harus terkait dengan aturan-aturan yang ada di dalam keraton
Yogyakarta dan tidak sembarang orang dapat memakai batik dengan corak tersebut.
Keyakinan akan corak
tersebut adanya kekuatan spiritual ataupun makna yang terkandung di dalam corak
kain batik yang menjadikan salah satu yang melatar belakangi batik larangan di
Yogyakarta. Corak atau motif dalam batik dipercaya mampu membuat suasana religious
dan juga memancarkan aura magis. Sebab dari itu ada beberapa motif yang
memiliki nilai-nilai falsafah yang tinggi dan dinyatakan dengan sebutan batik
larangan.
Berikut ini sedikit penjelasan mengenai corak batik larangan yang ada di keraton Yogyakarta:
1. Corak Parang Rusak
Sumber: id.pinterest.com
Corak batik parang rusak adalah corak yang pertama dibuat untuk pola larangan pada kesultanan Yogyakarta yakni oleh Sri Sultan Hamengku Buwono 1785. Saat pemerintah dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII, corak batik larangan ini ditekankan pada corak huk dan kawung.
2. Corak Huk
Sumber: kratonjogja.id
Corak atau motif huk mempunyai corak dengan motif kerrang, binatang, burung, tumbuhan, garuda dan sawat (sayap). Motif kerrang diartikan sebagai kelapangan hati, binatang diartikan untuk menggambarkan watak sentosa. Sedangkan burung dan tumbuhan untuk menggambarkan suatu kemakmuran, serta motif sawat mengartikan ketabahan hati. Corak ini dipakai untuk symbol pemimpin yang selalu berbudi luhur, cerdas, berwibawa, dapat memberikan kemakmuran dan selalu tabah untuk menjalankan kepemerintahannya. Corak ini hanya dapat digunakan untuk raja dan putra mahkota.
3. Corak Kawung
Sumber: static.vecteezy.com
Corak kawung adalah corak dengan pola geometris dengan empat elips yang mengelilingi satu pusat. Pola tersebut di dalam budaya Jawa dikenal dengan sebutan “keblat papat limo pancer”, yakni empat dari sumber tenaga alam dan juga empat penjuru mata angin. Istilah lain mengatakan kawung digambarkan dengan bunga lotus yang sedang mekar. Bunga lotus atau yang biasa disebut dengan bunga Teratai ini melambangkan kesucian.
Corak kawung sering juga diartikan sebagai biji kawung dan biji kolang-kaling yang sangat bermanfaat untuk manusia. Dengan motif ini dapat diharapkan bermanfaat untuk lingkungan. Corak ini yang diperbolehkan memakai adalah para sentana dalem (orang-orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan orang keraton Yogyakarta).
4. Corak Semen
Sumber: 3.bp.blogspot.com
Corak
batik larangan motif semen adalah yang berarti “semi” atau “tumbuh”. Corak semen
sendiri memiliki arti kemakmuran, kesuburan, dan juga alam semesta. Di dalam
corak semen memiliki gambar lain yang berupa garuda, sayap, naga, candi dan
gunung. Diharapkan bagi yang memakai corak batik semen ini mampu memberi
perlindungan untuk bawahannya.
Terdapat satu pengecualian di dalam penggunaan kain corak semen ini adalah corak semen tanpa lukisan garuda, gunung, dan sayap. Corak ini diperbolehkan dipakai untuk siapa saja tanpa memperhitungkan satu garis keturunan.
5. Corak rujak mukiran/rujak senthe
Sumber: 2.bp.blogspot.com
Corak rujak mukiran/rujak senthe mempunyai bentuk seperti lidah api atau sinar. Api yang dimaksud disini dapat diartikan sebagai lambing kesaktian, ambis dan juga keberanian. Bentuk pola seperti sinar diartikan sebuah pancaran matahari yang menggambarkan keagungan serta kehebatan. Corak batik ini hanya diperbolehkan dipakai oleh raja dan putra mahkota.
6. Corak Udan Liris
Sumber: www.infobatik.com
Corak batik udan liris ini diartikan gerimis dan juga hujan rintik-rintik yang membawa kesuburan untuk ternak dan tumbuhan. Udan liris adalah gabungan dari berbagai motif dalam bentuk garis yang sejajar. Meliputi corak lidah api, mlinjo, setengah kawung, ada-ada, banji sawut, dan untu walang yang memanjang secara diagonal.
Makna yang terkandung di dalam corak ini adalah suatu harapan supaya sang pemakai mendapatkan kesejahteraan, keselamatan dan berprasangka baik dalam menjalankan kewajibannya untuk kepentingan nusa dan juga bangsa. Corak ini dikenakan oleh putra dari garawa ampeyan, buyut, canggah, wayah, pangeran sentana dan juga Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.
Budaya Jawa sangat melekat pada masyarakat Yogyakarta, baik pada diri dan juga termasuk busana yang dikenakan dimana akan mencerminkan kapasitas seseorang. Penggunaan batik larangan salah satu contohnya, tatanan ini tidak lebih dari sekedar status. Batik larangan juga merupakan salah satu komunikasi politik atapun pesan pemimpin terhadap sesame penguasa, untuk rakyat dan juga lawan politik.
Aturan penggunaan batik larangan ini masih diberlakukan hingga saat ini, namun penerapannya hanya secara terbatas dilingkungan sekitar keraton Yogyakarta, tidak untuk masyarakat umum yang ada diluar keraton.
Bagi sahabat bahankaincom yang membutuhkan kain untuk membuat batik, Anda bisa cek koleksi kain di website kami dan silakan hubungi customer service untuk menanyakan detail produknya ya.