Enzim sering digunakan dalam
industri tekstil seperti enzim amilase pada proses desizing kain katun dan
proses biopolishing pada pencucian denim. Industri tekstil saat ini harus
berkembang menjadi lebih efektif, efisien, biaya produksi rendah dan menerapkan
teknologi yang berkelanjutan untuk menghasilkan produk yang “eco-friendly” dan
produk tekstil yang lebih higienis.
Pada Penerapan Bioteknologi dan Metode Enzimatik Bagian Pertama, kita telah membahas mengenai berbagai proses enzimatik pada tahapan pembuatan kain katun yang berbahan dasar serat kapas. Seperti pada proses desizing yang bisa menggunakan enzim amilase, proses scouring dengan bantuan enzim pectinase, kutinase, selulase, protease, xylanase, lipase atau kombinasi dari semuanya.
Di bagian kedua ini kita akan
membahas penggunaan enzim sebagai alternatif pada proses biostoning dan biopolishing
dalam proses pengolahan kain denim. Seperti apa tahapan prosesnya? Simak
pembahasan lengapnya berikut ini ya!
Stoning merupakan sebuah proses finishing yang
diterapkan pada kain denim. Metode ini mulai dikembangkan di awal tahun 1980 untuk
memberikan efek lusuh sehingga warna kainnya terlihat kontras dengan menggunakan
kemampuan abrasif batu apung. Abrasi mekanis yang kuat pada permukaan serat
selama pencucian menggunakan batu apung akan menghilangkan pewarna yang tidak
homogen dari kain. Sehingga nampaklah bagian dalam putih benang yang menampilkan
efek seperti kain yang sudah lusuh.
Akan tetapi penggunaan batu apung ini memiliki beberapa
dampak burung yang tak bisa dihindarkan, diantaranya yaitu kerusakan parah pada
peralatan atau bahkan pada pakaian yang diolah, serta menumpuknya bahan
partikulat dan sisa-sisa batu apung yang dapat menyumbat saluran drainase pada
mesin.
Hingga akhirnya, pada pertengahan tahun 1980 digunakanlah enzim untuk mencuci kain denim dengan bantuan selulase mikroba, proses ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Bio-stoning.
Selulase akan menghasilkan efek lusuh layaknya abrasi
batu apung sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan penggunaan batu.
Selain itu, bio stoning dengan selulase ini juga menghasilkan lebih sedikit
kerusakan pada pakaian dan mesin, produktivitas yang lebih tinggi dan meminimalisir
partikel sisa limbah pada lingkungan pencucian.
Sebelumnya kita telah sedikit membahas proses bio-desizing menggunakan enzim amilase. Dimana enzim amilase dapat mengubah larutan yang tidak larut menjadi larutan yang dapat larut untuk memudahkan penghilangan kanji pada kapas melalui pencucian. Proses bio-desizing dan bio-washing dapat dilakukan secara bersamaan dengan bantuan enzim Amilase, selulase dan lakase.
Baca Juga: Proses Enzimatik Pada Serat Alam untuk Pembangunan yang Berkelanjutan (Bagian 1) |
Gambar 1 Mekanisme bio-washing pada kain denim
Bio-washing termasuk salah satu teknik berbasis enzim yang paling sukses di industri tekstil. Namun, pencucian denim menggunakan selulase terkadang menyebabkan hidrolisis serat kapas yang berlebihan sehingga berat serta kekuatan tarik serat kain akan berkurang. Dampak ini dapat diminimalisir dengan memodifikasi enzim untuk menghasilkan hidrolisis enzimatik pada permukaan serat. “Immobilized enzyme” memiliki berat molekul lebih tinggi dan dapat menghilangkan pewarna indigo pada permukaan kain denim tanpa merusak sifat mekanik secara efisien.
Gambar 2. Hasil bio-washing pada denim dengan bantuan native (enzim selulase) dan “Immobilized enzyme cellulases”.
Foto kain denim yang diberi (a) buffer (blank), (b) 2% o.w.f. selulase native, (c) 4% o.w.f. selulase native, (d) 6% o.w.f. selulase native, (e) 2% o.w.f Immobilized selulase, (f) 4% o.w.f. Immobilized selulase, (g) 6% o.w.f. Immobilized selulase
Penggunaan 2 jenis enzim tersebut mampu menghadirkan efek lusuh yang sama baiknya. Tetapi pemanfaatan enzim native menimbulkan kerusakan yang cukup parah pada sifat mekanik kain.
Bio-polishing adalah proses finishing opsional yang
diberikan pada kain katun sebelum ataupun sesudah pencelupan untuk menghasilkan
efek lebih permanen. Sebagian besar pakaian yang terbuat dari kapas (kain katun)
atau campuran kapas cenderung menjadi halus dan kusam setelah pencucian
berulang karena sebagian mikrofibril yang terlepas pada permukaan pakaian.
Bio-polishing menggunakan enzim selulase yang dapat
menghidrolisis mikrofibril selulosa (bulu halus) yang menonjol dari permukaan
benang. Proses ini dapat menghilangkan bulu-bulu halus pada permukaan dan
mengurangi pilling secara signifikan. Hinggga akhirnya mampu menghasilkan handfeel
kain yang lebih halus dan warna yang lebih cerah. Enzim yang sering digunakan
untuk biopolishing adalah selulase mesofilik dengan suhu optimum antara 50 sampai
55 °C.
Secara keseluruhan, proses
enzimatik dapat digunakan dalam mempercepat langkah-langkah desizing, scouring,
biostoning, bleaching dan finishing untuk mendapatkan hasil yang dapat
direproduksi dengan syarat kondisi optimal. Meski teknologi enzimatik untuk
pemrosesan kapas berada dalam tahap pengembangan lanjutan namun kolaborasi
antara spesialis bioteknologi enzim, teknologi tekstil dan pemangku kepentingan
di industri tekstil harus semakin ditekankan.
Hal ini untuk menilai peluang
keberlanjutan, aspek ekonomi dan dampak lingkungan dari proses modifikasi.
Hasil dari penilaian tersebut selanjutnya harus dibandingkan dengan teknologi
yang digunakan saat ini.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 17