Sahabat bahankain, berbicara tentang bulu hewan atau fur dalam fashion memang seperti berjalan di atas garis tipis antara kemewahan dan kontroversi. Di satu sisi, bulu hewan telah lama diasosiasikan dengan status sosial, keanggunan, dan kemewahan. Tapi di sisi lain, penggunaannya tak luput dari kritik keras karena dianggap menyakiti hewan dan merusak lingkungan.
Di masa lalu, manusia menggunakan fur sebagai pelindung tubuh dari cuaca
ekstrem. Tapi kini, fur lebih sering
dijumpai sebagai detail eksklusif pada mantel, tas, atau aksesoris mewah yang biasa
dikenakan selebriti dan sosialita.
Di artikel ini kita akan mempelajari
sejarah penggunaan fur (bulu hewan)
dalam fashion, jenis-jenis populer, pro dan kontra penggunaannya, serta
alternatif ramah lingkungan untuk brand masa kini.
1. Jenis-Jenis Fur yang Umum Dipakai
Dalam dunia fashion global, ada banyak
variasi yang sering kita lihat berlalu lalang dikenakan oleh model maupun
selebriti. Namun dari sekian banyak, beberapa jenis fur yang paling banyak digunakan antara lain:
· Mink:
bulu paling laku di dunia karena ringan, lembut, dan awet. Menariknya, bulu mink betina bahkan dihargai lebih tinggi
karena lebih halus.
· Chinchilla: sangat ringan dan padat, memiliki bulu
terlembut di antara semua hewan.
· Raccoon:
bulu tebal dan kuat, cocok untuk aksesoris musim dingin.
· Sable:
sangat langka dan dihargai tinggi karena bulunya tetap lembut meski disisir
dari arah mana pun.
· Fox, Lynx, Rabbit, dan Rex Rabbit: digunakan karena warna dan teksturnya yang
unik.
Beberapa pabrik fashion juga
menggunakan bulu domba seperti broadtail,
mongolian, hingga mouton, yang punya tampilan mirip bahan
wol tapi lebih berkilau.
2. Keunggulan Fur dalam Produk Fashion
Bagi pecinta fashion mewah, fur memang mempunyai banyak kelebihan. Ia
hangat, lembut, mewah secara visual, dan dianggap “timeless” alias tidak lekang
oleh waktu atau tren. Terlebih dengan perkembangan teknologi masa kini, bulu
hewan juga bisa dicelup dengan warna mencolok dan dibentuk menjadi beragam
desain modern.
3. Tapi Masalahnya Bukan Sekadar Gaya
Di balik kilaunya, fur menyimpan kontroversi besar. Proses
produksinya kerap dikritik karena dianggap melibatkan kekerasan terhadap hewan—mulai
dari perburuan liar, penangkapan dan pengurungan seumur hidup, hingga dibunuh
tanpa bius hanya demi bulunya.
Organisasi seperti PETA telah
berkampanye bertahun-tahun untuk menghentikan industri fur, dan beberapa negara seperti Inggris, Austria, dan Kroasia
telah resmi melarang peternakan fur. Meskipun
begitu, penjualan produk fur tetap
ada, bahkan meningkat, karena didorong oleh pasar negara berkembang, fashion high-end, hingga dari pasar gelap atau
illegal.
4. Real
vs Faux Fur: Mana yang Lebih Ramah?
Fur
asli tentu menawarkan kehangatan dan estetika yang tak tertandingi. Tapi faux fur, atau bulu sintetis, kini makin
canggih dan sulit dibedakan secara visual. Sayangnya penggunaan alternaif
sintetis (faux fur) juga punya
tantangan tersendiri. Karena berbahan dasar plastik, ia tidak mudah terurai secara
alami. Jadi, pertanyaannya bukan hanya soal “asli atau palsu”, tapi juga soal
dampak lingkungan, nilai etika, dan konsistensi brand kita sebagai produsen
fashion.
5. Fur
dalam Konteks Indonesia
Meski iklim tropis bahan fur jarang digunakan sebagai pakaian
sehari-hari, produk berbahan fur
tetap hadir di pasar lokal sebagai elemen dekoratif atau aksen dalam jaket,
tas, dan aksesoris fashion. Beberapa UMKM di Bali, Bandung, hingga Surabaya
juga bereksperimen menggunakan faux fur dalam produk fashion untuk ekspor ke
Eropa atau Timur Tengah.
6. Metode Aplikasi Fur dalam Produk
Karena harganya mahal, fur sering digunakan dengan teknik
khusus:
· Ticot:
disusun menjadi lembar tipis menggunakan jaring
· Strips:
dipotong kecil lalu dijahit membentuk tekstur
· Jointed seams: menyatukan bagian fur kecil untuk menciptakan bentuk atau pola tertentu
Teknik ini memungkinkan fur digunakan secara lebih efisien tanpa
mengurangi keindahan.
Sahabat bahankain, menggunakan fur dalam brand fashion bukan keputusan
kecil. Ada aspek estetika, etika, budaya, hingga keberlanjutan yang harus
dipertimbangkan. Jika kamu memilih untuk tidak menggunakannya, ada banyak bahan
alternatif yang kini tampil elegan tanpa menyakiti makhluk hidup. Tapi jika
kamu tetap menggunakan fur, pastikan
kamu tahu asalnya, cara mendapatkannya, dan bagaimana itu sejalan dengan
nilai-nilai brand-mu. Karena fashion sejati tidak hanya tentang tampilan luar,
tapi juga nilai di baliknya.