Tren naked
fashion, gaun
atau pakaian yang menerawang, transparan, atau memberikan efek seakan pemakainya
tanpa pakaian dalam kembali ramai diperbincangkan di panggung mode internasional. Dari
karpet merah Met Gala, Cannes, hingga acara gala di New York dan London, banyak
selebriti dan desainer yang memilih tampil dengan gaya berani ini.
Namun, bersamaan
dengan pujian pernyataan seni, muncul juga kontoversi tentang etika, budaya, dan batasan ekspresi.
Pada New York
Fashion Week dan berbagai acara haute couture, tokoh seperti Dakota Johnson dan
Margot Robbie terlihat tampil dengan gaun yang menonjolkan unsur tembus pandang
dan renda yang sangat minim, berpadu dengan lingerie atau undergarment yang
sengaja diperlihatkan sebagai bagian dari desain.
Sebagai contoh,
di acara Kering Foundation’s Caring for Women Dinner pada 11 September 2025,
Dakota Johnson mengenakan gaun Gucci lace tembus pandang dengan detail floral
yang dramatis. Penampilannya dibantu oleh styling yang memperlihatkan simbol
bahwa naked fashion bisa jadi bukan hanya soal mengekspos tubuh, tapi soal
bagaimana kain, siluet, tekstur, dan keberanian estetik menyatu.
Perubahan Aturan
dan Respons Industri
Meski tren busana transparan cukup populer, namun beberapa ajang besar mengambil langkah mengatur batasnya. Salah satu
yang paling mencuri perhatian adalah Festival Film Cannes 2025, yang secara
resmi menerapkan aturan baru: tidak diperbolehkannya pakaian transparan atau
busana ekstrem yang dianggap tidak senonoh di karpet merah.
Aturan tersebut memicu beragam reaksi. Dimana sebagian orang, menganggap ini sebagai langkah
konservatif yang menyetop kreativitas dan kebebasan berekspresi. Namun di saat yang bersamaan, konsep naked fashion juga diperlukan sebagai refleksi norma sosial dan kepekaan budaya
di tengah publik global yang heterogen.
Tampilan naked fashion yang sangat terbuka, tidak hanya
menunjukkan kreativitas para desainer, tetapi juga menantang batasan tentang
apa yang dianggap pantas dalam berbusana di depan publik. Di balik keindahan
dan keberaniannya, tren ini memicu berbagai perdebatan yang kompleks.
1.
Etika dan Pengaruh Budaya
Ada yang menilai
bahwa naked dress dapat dianggap mempromosikan eksposur tubuh berlebihan,
bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan di beberapa masyarakat. Di sisi lain,
ada yang membela bahwa mode adalah bentuk seni dan ekspresi diri, yang tidak
selalu harus mengikuti norma konservatif. Kontroversi ini muncul jelas terutama
ketika selebritas tampil naked dress dalam budaya yang lebih religius atau
tradisional.
2.
Arti 'Nude' atau ‘Telanjang’
Versus Warna Kulit
Ada kebingungan atau bahkan kesalahpahaman antara istilah naked
dress, istilah nude color, dan telanjang secara harfiah. Di beberapa diskusi
publik, istilah “telanjang” (“nude”) sering diasosiasikan dengan warna kulit
yang terang atau putih saja, sehingga menimbulkan debat tentang representasi
warna kulit dan keadilan dalam terminologi fashion.
3.
Keamanan dan Kenyamanan Pemakai
Busana yang sangat terbuka atau tembus pandang bisa menimbulkan
risiko fisik dan psikologis, termasuk kritik publik, pelecehan daring, atau
bahkan perasaan tidak nyaman karena eksposur yang tidak diinginkan. Tidak semua
orang yang memilih naked fashion melakukan itu karena pura-pura mencari
perhatian; ada yang memang ingin tantangan estetis atau mencoba batas kreatif
dalam mode.
4.
Peran Media dan Publik
Media sosial dan
paparazzi berperan besar mengangkat tren ini — baik sebagai selebrasi mode
berani maupun bahan gosip kontroversial. Publik juga menunjukkan respons yang
beragam: ada yang mengagumi keberanian, ada yang mencemooh atau bahkan menolak.
5.
Kesimpulan: Apakah Naked
Fashion Akan Bertahan?
Naked fashion saat ini berada di persimpangan antara seni, budaya,
dan norma sosial. Ia bukan semata gaya busana; ia mencerminkan perubahan sikap
terhadap tubuh, kebebasan berekspresi, dan peran perempuan (serta laki-laki)
dalam memilih bagaimana mereka tampil.
Meski aturan
seperti di Cannes menunjukkan adanya batas yang mulai ditarik ulang, seni dan
industri mode sering kali menemukan cara untuk beradaptasi melalui desain
yang lebih subtil, teknik renda atau bahan tembus pandang yang disubstitusi
dengan efek optic, ataupun penggunaan aksesori dan lapisan untuk menyeimbangkan
antara estetika dan norma.