Pewarnaan di selembar kain berfungsi untuk memberi kesan cantik pada kain yang akan kita gunakan. Warna-warna pada kain diperoleh dari bahan pewarna alami hingga pewarna sintetis. Zat pewarna yang digunakan dalam dunia tekstil banyak sekali, salah satunya yaitu zat pewarna disperse.
Zat pewarna disperse dikenal sebagai salah satu zat warna yang tidak mengandung gugusan pelarut. Sekalipun tidak mengandung gugusan pelarut, zat warna ini dapat terdispersi dengan sempurna pada suhu tinggi karena molekulnya yang cukup kecil. Pada awalnya zat pewarna disperse ini dalam bentuk pasta, namun sekarang dapat ditemukan dengan bentuk bubuk.
Zat warna yang satu ini paling sering digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis seperti serat polyester. Pada dasarnya serat polyester memiliki pori-pori didalam struktur benangnya yang jika dipanaskan hingga 100 derajat, partikel pewarna akan meresap dengan baik. Jenis kain polyester merupakan salah satu kain yang digunakan untuk media membatik.
Sejarah adanya pewarna disperse ini pada saat Green dan Saunders membuat senyawa warna azo pada tahun 1922. Senyawa yang bernama azo ini mampu mewarnai serat selulosa asetat. Tetapi senyawa ini tidak dapat mewarnai dengan hasil yang baik. Kemudian pada tahun 1924. Badley dan Ellis menghasilkan asam sulpho ricinoleic yang mampu mewarnai serat polyester, nilon, acrylic, dan lain sebaginya. Selanjutnya pada tahun 1953 pewarna ini dinamai “Disperse Dye”.
Pencelupan serat polyester atau hidrofobik dengan zat pewarna disperse ini dengan proses transfer pewarna dari pelarut cair ke pelarut padat. Pewarna disperse ditambahkan air dengan zat aktif untuk membentur disperse cair. Penerapan panas pada cairan pewarna kain ini untuk meningkatkan energi molekul pada pewarna dan mempercepat pewarnaan pada serat tekstil.
Pada pemakaian zat pewarna yang satu ini dibutuhkan zat pengemban (carrier) unutk menggelembungkan serat yang bersifat hidrofobik. Dalam proses pewarnaan kain dengan pewarna disperse, suhu sangat berperan penting. Dengan suhu tinggi dan bantuan tekanan, serat dari kain akan menggelembung dan zat warna dapat meresap ke dalam serat tersebut.
Untuk pencelupan kain dengan disperse, pada umumnya menggunakan cara fiksasi dengan bantuan panas. Cara ini dikenal dengan cara thermosol. Energi panas tersebut digunakan untuk melunakkan serat dan melelehkan zat warna, sehingga warna akan menyatu dengan kain secara sempurna.
Zat pewarna disperse tidak seperti zat warnna lainnya, karena zat warna yang satu ini memiliki sidat dan karakterisitk yang cukup unik, antara lain yaitu:
Dalam perkembangannya, zat warna disperse juga digunakan untuk proses printing dengan nama pasaran zat warna pigmen. Hal ini karena mudah di produksi dan sifat zat warna disperse yang tidak larut dalam air sehingga lebih baik dibentuk sebagai pasta printing.