Sebagai salah satu sektor
penghasil polusi terbesar di dunia, industri tekstil terus berupaya menciptakan
produk yang berkelanjutan. Atas dasar itulah, mekanisme research and
development harus berkiblat pada tren ramah lingkungan dan teknologi bersih.
Baik dari aspek bahan baku, proses produksi, barang bekas pakai dan manajemen
limbah serta penggunaan energi pada keseluruhan sistem. Tentu, konsep ini
sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Bahan-bahan sintetik, seperti nilon, akrilik, dan poliester, merupakan turunan dari produk petrokimia selingan minyak bumi dan gas alam. Sifatnya tidak biodegradable, tidak sustainable dan berkorelasi erat dengan berbagai fenomena kerusakan alam. Contohnya yaitu pemanasan global, kerusakan habitat alam, pencemaran mikroplastik, dan lain sebagainya.
Hal itu menunjukan bahwa kita membutuhkan
terobosan bahan terbarukan untuk material serat tekstil yang bersih dan ramah
lingkungan. Sistem fesyen yang berkelanjutan ini melahirkan berbagai inovasi
tekstil ramah lingkungan dengan material alami.
Salah satunya yaitu benang berbahan
baku serat biopolimer dari alga yang disebut Kelsun™. Inovasi produk tekstil ini
diusung oleh perusahaan rintisan atau start up bernama AlgiKnit (sekarang
menjadi KeelLabs) asal New York, AS.
Perusahaan AlgiKnit dibangun atas
dasar motivasi untuk membuat produk tekstil yang berkelanjutan. Mereka berkomitmen
mengembangkan produk yang biodegradable dan bermanfaat bagi lingkungan
kedepannya.
Aspek yang harus dipenuhi dalam
membuat sebuah produk berkelanjutan adalah ketersediaan bahan baku. Alga
dipilih karena pertumbuhan yang cepat dan bersifat biodegradable. Hal itu
sejalan dengan visi AlgiKnit.
Tanaman alga bisa tumbuh 10 kali lebih cepat dibanding tanaman terrestrial. Ia hanya membutuhkan kurang dari sepersepuluh lahan untuk menghasilkan jumlah biomassa setara. Bahkan alga mampu tumbuh di lahan yang tidak produktif dan tidak subur sekalipun.
Alga tidak memerlukan air tawar sehingga
pemupukannya lebih efisien daripada tanaman darat. Sehingga budidaya tanaman
ini bisa meminimalisir pemborosan air, limpasan pupuk, dan eutrofikasi hilir terkait
pertanian modern.
Pembuatan serat alga sendiri
terbagi menjadi beberapa beberapa tahapan yaitu:
1.
Penggilingan alga
2.
Penambahan asam mineral dan sodium carbonate
pada material alga
3. Pemurnian yang menghasilkan sodium alginate sebagai bahan dasar pembuatan serat biopolimer
Proses ekstraksi sodium
alginate dari material alga
Dalam rincian teknologi paten
bernomor WO2020118080A1 yang telah didaftarkan pada badan World Intellectual
Property Organization, serat alga Kelsun™ terbuat dari sodium alginate, methyl
cellulose, dan glycerol sebagai plasticizer. Campuran tersebut diekstruksi dengan
larutan kalsium klorida pada sebuah bak curing seperti pemintalan rayon. Serat
yang mereka hasilkan mempunyai karakteristik tensile strength minimum 0,8
gram/denier dan modulus young hingga 24 GPa. Kekuatan serat tersebut hampir
sama dengan wol yang memiliki tensile strength sekitar 1,1 gram /
denier). Serat berbahan dasar alga bersifat tahan terhadap pencucian, elastis
saat kering dan elastisitas basah yang cukup baik, serta kenyamanan mirip serat
rayon.
Akan tetapi, peneliti masih menelisik terkait kemungkinan eksplorasi konstruksi multifilament dari benang alginate ciptaan mereka. Konstruksi multifilament diharapkan dapat menambah fleksibilitas dan keluwesan bahan benang alginate ketika digunakan sebagai material kain tekstil.
(dari kiri ke kanan) kenampakan alga, sodium alginate, gel alginate, campuran untuk ekstrusi, benang alginate hasil proses.
Kenampakan gel alginate
(paling kiri), campuran alginate untuk proses ekstrusi (kedua dari kiri)
Diantara keunggulan serat ini
adalah kemudahannya menyerap warna saat tanpa mekanisme pencelupan. Itu menunjukkan
bahwa benang tersebut tidak lagi membutuhkan proses pencelupan tahap lanjut lagi karena benang telah
terwarnai dalam proses pembuatan.
Proses pewarnaan dapat dilakukan
dengan memasukan zat warna alam pada adonan campuran pasta alginate sesaat
sebelum ekstrusi serat pada bak curing. Peneliti melaporkan bahwa hasil
pewarnaan tersebut dapat terbilang seragam dan cukup baik.
Kenampakan benang alginate setelah
diwarnai zat warna alam dengan metode pencampuran sesaat sebelum proses
ekstrusi.
Para peneliti dari KeelLabs telah
mengeksplorasi potensi penggunaan benang alginate dalam industri tekstil. Metode
paling cocok untuk mengolah benang ini yaitu sebagai material kain rajut. Umumnya
bahan rajut memiliki elastisitas, sifat intrinsik benang dan modulus young yang
cukup baik. Peneliti mengklaim bahwa performa kain rajut cukup baik dan dapat
digunakan untuk bahan pakaian sehari-hari.
Kain rajut dari benang
alginate
Pakaian rajut dari 100% benang
alginate
Benang alginate juga bisa dimanfaatkan
untuk membuat sepatu, sebagai sol dan detail belakang sepatu. Produk kedua dari
KeelLabs telah dipunlikasikan pada akhir tahun 2020 menggunakan teknologi 3D
printing.
Sepatu kets yang dibuat dari material
alginate
Hingga saat ini KeelLabs masih berfokus
untuk mengembangkan prototipe dan produk secara internal. Mereka juga membeli
alga dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan laboratorium. Para peneliti
masih berupaya mencari peluang kerjasama dengan berbagai label pakaian untuk
posibilitas pengembangan lebih lanjut yang dapat diraih menggunakan produk
alginate.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 27