Pakaian adat
merupakan unsur budaya yang menjadi aspek kekayaan intelektual Nusantara. Tiap
daerah punya cara tersendiri dalam mengekspresikan tradisi dan kultur mereka,
termasuk Provinsi Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam.
Masyarakat Aceh
terkenal akan rasa persatuan dan kesatuan yang kuat. Hal itu menjadi satu
alasan kuat kenapa Belanda tidak bisa menjajah atau melakukan devide et impera di Serambi Mekah ini. Setidaknya
ada 5 kelompok etnis yang bermukim di wilayah tersebut seperti Aceh, Gayo, Alas
Aneuk Jamee, Tamiang, dan kluet. Masing-masing suku memiliki ciri khas budaya
serta adat istiadat, begitu pula dalam hal berpakaian.
Karakter,
prinsip, budaya, dan persatuan masyarakat Aceh sedikit banyak digambarkan dalam
pakaian adat mereka. Nah, berikut ini ragam busana tradisional Aceh serta ciri
khasnya.
Kata Ulee Balang berasal dari bahasa Melayu ‘hulubalang’, yaitu sebutan bagi kelompok bangsawan dalam masyarakat Aceh. Lebih tepatnya mereka adalah pemimpin sebuah kenegerian dan diberi gelar Teuku untuk laki-laki dan Cut untuk perempuan.
Sumber: https://www.orami.co.id/
Sesuai namanya, Ulee Balang merupakan
pakaian adat tradisional suku Aceh yang biasa digunakan oleh para raja dan
keluarga kerajaan saat menghadiri upacara adat Aceh Besar. Pakaian adat suku
Aceh untuk pria disebut Linto Baro, sedangkan untuk perempuan diberi nama Daro
Baro.
Busana ini memiliki tata warna dan detail
sulaman benang emas yang khas. Sulaman khusus pada latar hitam pada baju meukasah
(jas), sarung songket pinggang pria (ija lamgupap), dan sarung songket Wanita
(ija pinggang).
1. Linto
Baro
Linto baro merupakan busana
tradisional yang digunakan oleh pria Aceh. Satu setnya terdiri dari baju
meukusah, celana sileulue, senjata tradisional, penutup kepala, serta beberapa
aksesori lain. Biasanya laki-laki Aceh memakai baju ini saat acara pernikahan,
Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Ngunduh Mantu), maupun peringatan hari-hari
besar.
·
Baju Meukeusah
Baju
meukusah ialah busana atasan pria Aceh berupa jas hitam yang bentuknya mirip
beskap lengan panjang. Konon busana ini sudah ada sejak jaman kerajaan Samudra
Pasai dan Perlak.
Jas
meukusah terbuat dari kain tenun sutra atau katun berwarna hitam. Dimana dalam
tradisi masyarakat Aceh, warna hitam dipercaya sebagai lambang kebesaran.
Itulah kenapa baju meukueusah dianggap sebagai kebesaran adat Aceh.
Terdapat
detail sulaman benang warna emas pada bagian leher sampai dada dan ujung lengan.
Motifnya bunga-bungaan, sulur daun dan tumpal.
Kerah
pada baju Meukeusah hampir sama dengan potongan kerah baju Cheongsam. Hal itu merupakan
hasil asimilasi budaya dari para pedangang serta pelaut China yang dulunya
kerap singgah di Provinsi Aceh.
·
Celana Sileuweu
Celana
Sileuweu atau cekak musang merupakan setelan bawahan baju Meukeusah pada set
Linto Baro. Sebagaimana atasannya, celana ini juga berwarna hitam dan berbahan
dasar kain katun. Celana ini memiliki pola potongan yang lurus ke bawah dengan
detail sulaman emas di ujung bawah.
·
Kain Sarung
Kewibawaan
sosok pria Aceh dipertegas dengan penggunaan sarung dari kain songket sutra. Sarung
tersebut dililitkan di pinggang dan batas panjang sekitar 10 cm di atas lutut.
Disebut juga Ija Kroeng, Ija Lamugap, dan Ija Sangket.
·
Meukeutop
Pengaruh
budaya Islam dalam adat Aceh tergambar jelas pada penutup kepala dalam rangkaian
busana tradisional Acer. Dialah kupiah bernama Meukeutop.
Meukeutop
adalah penutup kepala berbentuk lonjong memanjang ke atas dilengkapi lilitan
tangkulok. Yaitu lilitan tenun sutra berhiaskan material emas atau kuningan
dengan bentuk bintang.
Tersusun
dari perpaduan 5 warna yaitu:
a. Merah
berarti kepahlawanan
b. Kuning
berarti kesultanan
c. Hijau
melambangkan agama Islam
d. Hitam
lambang ketegasan
e. Putih
melambangkan kesucian
2.
Dara Baro
Daro
Baro adalah sebutan untuk satu set pakaian adat Aceh yang digunakan oleh wanita.
Sebenarnya komponen busana ini tak jauh berbeda dengan Linto baro. Hanya saja
desain serta perhiasan daro baro lebih mencerminkan sisi feminitas dan
keindahan kaum perempuan.
Tiap
set daro baro terdiri atas baju kurung, celana, sarung, penutup kepala, aneka
perhiasan, dan bros.
·
Baju kurung
Baju
kurung pada rangkaian daro baro mempunyai kerah dan motif sulaman benang emas
yang khas seperti pakaian Cina. Bentuknya mirip tunik lengan panjang dengan
panjang baju hingga pinggul sehingga menutupi lekuk tubuh pemakainya.
Dari
pola porongan dan motifnya, terlihat jelas bahwa dara baro adalah hasil
perpaduan budaya Melayu, Arab, dan Tionghoa. Berbanding terbalik dengan baju
pria yang berwarna gelap, pilihan warna pakaian adat wanita Aceh cenderung
cerah seperti merah, kuning, ungu atau hijau.
·
Celana cekak musang
Celana
cekak musang pria dan wanita sama-sama dibuat dari kain katun. Bedanya, desain
bawahan untuk baju kurung ini dibuat mengerucut ke bawah. Detail sulaman pada
celana juga lebih banyak dengan variasi warna lebih cerah.
·
Sarung
Wanita
Aceh juga mengenakan sarung sebagai lapisan luar celana Cekak Musang. Tujuannya
tak lain yaitu untuk menyembunyikan lekuk tubuh mereka. Sarung tersebut berupa kain
songket yang dilingkarkan lalu dikencangkan dengan ikat pinggang perak atau
emas. Kain ini dijulurkan dari pinggang hingga bawah lutut. Ikat pinggang tersebut
bernama Taloe Ki leng Patah Sikureueng.
·
Penutup kepala dan Perhiasan
Mengingat
julukannya sebagai Serambi Mekah, pakaian adat Aceh untuk wanita sebisa mungkin
menutup aurat wanita. Mereka memiliki penutup kepala dengan bentuk seperti
mahkota dilapisi bunga segar yang disebut Patam Dhoe.
Bagian
tengah mahkota ini diukir membentuk motif daun sulur. Sedangkan di sisi lain
bergambar motif Boengong Kalimah yang dikelilingi bunga dan bulatan.
Selain
Patam Dhoe, pakaian adat Aceh perempuan juga dilengkapi aneka perhiasan,
seperti keureusang (bross), piring dhoe (mahkota berukir kaligrafi), kalung, untai
peuniti dan subang Aceh.
Mungkin banyak yang tidak tahu kalau ule bulalang adalah busana adat Aceh modern. Artinya, masyarakat Aceh jaman dulu lebih tepatnya suku Aceh Gayo memiliki gaya berbusana khas. Bahkan keberadaannya masih tetap eksis dan terus dilestarikan hingga saat ini.
Sumber: https://skansatv.smkn1bawang.sch.id/
FYI, pakaian
adat Aceh Gayo juga terbagi menjadi dua macam yakni aman mayok dan ineun mayok.
Berikut ulasannya:
1. Aman
Mayok
Pakaian Aman Mayok digunakan oleh
para laki-laki khususnya dalam pernikahan adat Aceh Gayo. Baju ini dilengkapi Bulang
Pengkah yang berguna sebagai tempat menancapnya sunting.
Set perlengkapan aman mayok terdiri
atas setelan baju putih, celana, ponok (sejenis keris), sarung yang dililitkan
di pinggang, tanggang, genit rante, serta beberapa gelang di lengan, dan
cincin.
2. Ineun
Mayok
Jika laki-laki Aceh Gayo memakai
aman mayok, maka perempuannya memakai pasangannya yaitu Ineun Mayok. Pakaian
yang dikenakan oleh mempelai wanita ini didesain menurut kepercayaan akan agama
Islam. Adapun setelah baju Ineun Mayok berisi baju, celana, sarung pawak, ikat
pinggang ketawak serta ragam perhiasan.
Kepala wanita Aceh Gayo dihiasi
mahkota sunting, sanggul sempol gampang, cemara, anting-anting subang gener,
subang ilang, lelayang, serta ilung-ilung. Di bagian leher, bergantung kalung
tanggal. Bahkan mulai dari lengan hingga jemari mereka dipenuhi perhiasan mewah
seperti gelang (gelang berapit, puntu, giok, beramur, bulet), topong, serta
cincin (sensim patah, sensim belam keramil, sensim belilit, sensim keselan, sensim
genta, serta sensim kul).
Ditambah seutas genit rante di pinggang
luar sarung dan pergelangan kaki. Terakhir ada upu ulen-ulen, selendang yang disilangkan
dari bahu ke pinggang berukuran lebar sesuai unsur busana.
Itu dia
macam-macam jenis pakaian adat suku Aceh modern dan Aceh Gayo yang penting
untuk kamu ketahui. Semoga bermanfaat ya!