Pasar Klewer merupakan destinasi
belanja batik yang wajib dikunjungi saat kamu berwisata ke Kota Solo. Terkenal
akan harga barang-barang yang sangat terjangkau bahkan bisa dibilang ‘anjlok’. Tak
heran jika pasar ini menjadi satu dari sekian banyaknya pasar yang paling sibuk
di Solo, Jawa Tengah.
Berbagai jenis batik bisa kamu
dapatkan dengan harga murah di pasar yang didapuk sebagai salah satu pusat
grosir pakaian terbesar di Indonesia ini. Banyak wisatawan memborong aneka
jenis batik, entah untuk sekedar buah tangan ataupun dijual kembali. Mereka pun
rela berdesak-desakan memenuhi lorong demi mendapatkan barang incaran mereka. Karena
memang se-‘murih’ dan se-worth it itu.
Lalu, seperti apa sejarah Pasar
Klewer? Simak ulasan berikut ini, yuk!
Sejarah Pasar Klewer dimulai sejak masa pendudukan Jepang, dimana kondisi perekonomian masyarakat Indonesia masih sangat buruk. Orang-orang pun menjual kain dan pakaian bekas yang sudah diwarnai ulang di jalanan sekitar wilayak Kota Solo. Konon, barang-barang berharga milik bangsawan Kasunanan dan Mangkunagaran pun ikut diperjualbelikan karena saking sulitnya ekonomi saat itu.
Diberi nama “Pasar Klewer” sebab para pedagang membawa barang dagangan mereka dengan cara dipanggul. Kain dan pakaian tersebut ‘nglewer’ alias berjuntaian ke bawah. Melihat banyaknya jumlah pedagang di pasar dadakan ini, Pemkot Solo menyerukan pemindahan lokasi jual beli ke Setabelan atau Banjarsari.
Ketika wabah pes melanda Solo
pada 1946, pemerintah kembali merelokasi para pedagang ke sebuah tanah lapang
di selatan Masjid Besar, bekas pasar burung. Los-los permanen pun dirombak
menjadi kios dagang agar mereka tak perlu lagi membawa pulang barang
dagangannya. Meski sudah dibuat sedemikian nyaman, tapi kebiasaan berdagang secara
kleweran masih saja terlihat.
Sejak berpindah lokasi di lahan
bekas parkir keretan kuda ini, masyarakat setempat mulai menyebutnya Slompretan
dari kata slompret yang berarti terompet. Disebut demikian karena suara kereta
kuda yang mirip suara terompet.
Namun seiring tradisi para
pedagang yang menjajakan barang dengan cara dipanggul dan ujung kain
berkleweran, pasar ini pun populer sebagai “Pasar Klewer”. Barang dagangan
mereka juga meliputi jenis barang yang mudah dibawa dan disampirkan ke bahu
sehingga menjuntai tidak beraturan.
Hal tersebut dilakukan agar para
pedagang bisa menawarkan barang dengan cara mengibaskan ujung juntaian atau kleweran
pada calon pembeli yang lewat. Tujuannya tak lain supaya si calon pembeli
tersbut bisa memberi perhatian pada barang yang ditawarkan.
Dengan jumlah total kios mencapai
2.000, bangunan 2 lantai ini mampu menampung lebih dari 1,400 pedagang. Pasar
Klewer pun menjadi pusat jual beli kain batik dari pengrajin asal Yogyakarta,
Surabaya, Semarang dan kota-kota besar lainnya. Barang-barang yang dijual meliputi
kain, baju batik, kerajinan tangan, aneka pernak-pernik, serta makanan khas
Jawa Tengah.
Pasar Klewer terletak di Jl. Dr. Radjiman No. 5A, Gajahan, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Lokasinya dekat dengan destinasi wisata menarik lain seperti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Masjid Agung Surakarta. Bahkan pasar ini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang menandakan bahwa ia mempunyai nilai historis.
Berada di pusat kota membuat pasar ini mudah diakses dan jadi tujuan para pelancong maupun pecinta kain batik. Begitu memasuki pasar, kamu akan disuguhi suasana hiruk-pikuk para pedagang kios saling bersahutan menawarkan barang dagangnya. Kuli paggul atau pedagang asonga yang hilir mudik di sekeliling pasar kian menambah kesibukan pasar.
Konsep “harga anjlok” seolah
sudah melekat erat dengan Pasar Klewer. Itulah salah satu alasan kenapa para
pengunjung senang dan bahkan kembali belanja di pasar ini.
Ada beberapa fakta menarik yang
membuat harga barang-barang di Pasar Klewer cenderung murah. Pertama, karena
mayoritas pedagang memiliki usaha konveksi sendiri. Sedangkan alasan kedua
merujuk pada prinsip yang dipegang para pedagang di sana yaitu “ora bati ora popo, ning bathi paseduluran”.
Artinya, tidak apa-apa kalau tidak untung, yang penting bisa menjalin
persaudaraan.