Pernahkah kamu membeli pakaian
dari luar negeri dan berharap ukuran “M” akan pas, tapi ternyata kebesaran atau
terlalu kecil? Atau sebaliknya, ukuran yang terlihat kecil di katalog ternyata
pas di tubuhmu? Jika iya, kamu bukan satu-satunya. Fenomena ini terjadi karena standar
ukuran pakaian berbeda-beda di setiap negara.
Misalnya, ukuran pakaian di
Indonesia cenderung lebih kecil dibanding Amerika Serikat atau Eropa. Ukuran M
di Indonesia bisa setara dengan ukuran S atau bahkan XS di Amerika,
sedangkan ukuran Eropa biasanya lebih ramping dibanding ukuran Amerika. Kenapa
demikian? Berikut beberapa alasan yang paling masuk akal!
Banyak orang pernah mengalami
situasi ketika membeli pakaian dari luar negeri, tetapi ukuran yang dipilih
ternyata tidak sesuai. Ada yang kebesaran, atau justru terlalu sempit, padahal sudah memilih ukuran yang biasa dipakai.
Perbedaan ini bukanlah kesalahan produksi, tetapi karena
memang tidak ada standar ukuran pakaian yang berlaku secara global.
Kenapa demikian? Nah, berikut beberapa hal yang
membuat ukuran pakaian di tiap negara berbeda:
1.
Postur Tubuh Rata-rata
Faktor paling mendasar yang memengaruhi ukuran pakaian
tentu berasal dari tubuh manusia itu sendiri. Orang Amerika dan Eropa Barat,
misalnya, rata-rata memiliki postur lebih tinggi, bahu lebar, dan pinggang
lebih besar. Sementara itu, masyarakat Asia—termasuk Indonesia, Jepang, dan
Korea—umumnya bertubuh lebih kecil dan ramping.
Karena perbedaan ini, wajar saja jika sebuah kaus
berlabel “M” di Jepang terasa pas, tetapi di Amerika Serikat ukuran yang sama
bisa setara dengan “S”.
2.
Sejarah Fashion
Sejarah fashion juga berperan penting dalam perbedaan ukuran. Prancis dan Italia, sebagai pusat mode dunia, dikenal dengan busana haute couture yang menekankan detail dan potongan ramping. Sedangkan Inggris dan Amerika lebih mengembangkan industri ready-to-wear yang menitikberatkan pada kenyamanan dan praktis.
Baca Juga: |
Perbedaan filosofi ini kemudian tercermin dalam
standar ukuran pakaian yang berlaku di masing-masing negara.
3.
Budaya dan Selera Berbusana
Ukuran pakaian juga dipengaruhi oleh budaya dan selera
berpakaian. Di Eropa, pakaian biasanya dibuat dengan potongan pas agar siluet
tubuh terlihat jelas. Di Amerika, busana cenderung lebih longgar agar nyaman
dipakai. Sedangkan di Asia, tren minimalis dan ukuran lebih kecil lebih banyak
diminati.
4.
Sistem Pengukuran
Selain faktor budaya dan fisik, ada perbedaan teknis
yang cukup berpengaruh, yaitu sistem pengukuran. Negara-negara berbahasa
Inggris, seperti Amerika Serikat dan Inggris, umumnya menggunakan inci.
Sementara Eropa dan sebagian Asia lebih sering
menggunakan sentimeter. Konversi antara kedua sistem ini tidak selalu pas,
sehingga ukuran yang terlihat sama bisa berbeda saat dipakai.
5.
Strategi Pemasaran Brand
Beberapa merek pakaian besar sengaja menyesuaikan
ukuran dengan strategi yang disebut vanity sizing. Contohnya, celana
dengan lingkar pinggang 30 inci kadang diberi label “28” agar konsumen merasa
lebih percaya diri.
Strategi ini membuat perbedaan ukuran tidak hanya
terjadi antarnegara, tetapi juga antarbrand, meskipun produknya sama-sama “M”
atau “L”.
6.
Globalisasi Fashion dan Standar Ukuran
Meskipun banyak brand mencoba menyederhanakan ukuran dengan label internasional seperti S, M, L, dan XL, perbedaan tetap ada. Globalisasi memang memudahkan tren fashion menjangkau berbagai negara, tetapi tubuh manusia dan selera berpakaian di setiap wilayah tetap memiliki karakteristik masing-masing.
Singkatnya, standar ukuran pakaian berbeda di berbagai negara karena kombinasi faktor postur tubuh, sejarah fashion, budaya, sistem pengukuran, hingga strategi pemasaran. Jadi, cara paling aman adalah selalu cek size chart resmi dari brand sebelum membeli, entah itu produk lokal ataupun internasional. Semoga pengetahuan ini bermanfaat, ya!