BULETIN TEKSTIL.COM / JAKARTA- Menjelang akhir tahun 1988, jauh sebelum riuh rendah “sustainable fashion” digaungkan di seluruh dunia, seorang fashion designer muda, Martin Margiela, memulai debut fashion brand nya dengan menyelenggarakan fashion show yang hampir seluruh material garment nya menggunakan bahan-bahan bekas yang ia peroleh dari berbagai sumber. Martin Margiela, adalah seorang designer dari Belgia alumni Royal Academy of Fine Arts, Antwerp, Belgia, dan merupakan kakak senior dari kelompok designer Antwerp Six (Ann Demeulemeester, Dries Van Noten, Dirk Bikkembergs, Marina Yee, Walter Van Beirendonck, Dirk Saene).
Kemiripan visi mereka dalam menciptakan fashion design yang unik, radikal, bahkan kadang provokatif lah yang seringkali membuat orang mengira Margiela merupakan bagian dari Antwerp Six. Margiela sempat bekerja menjadi asisten designer Jean Paul Gaultier pada tahun 1984 hingga 1987 sebelum akhirnya ia memutuskan membuat brand nya sendiri, Maison Martin Margiela, di tahun 1988 dengan Jenny Meirens sebagai partnernya.
Martin Margiela
Sumber: buletintekstil.com
Dalam menciptakan berbagai koleksinya nya, Margiela seringkali mendaur ulang material menggunakan bahan-bahan yang tidak lazim. Ia tidak hanya mendaur ulang bahan tekstil dan baju-baju bekas yang seringkali ia dapatkan di pasar loak, tetapi juga menggunakan bahan-bahan bekas lain seperti kantong belanja plastik, pecahan piring, potongan kulit, kertas poster iklan, plastik pembungkus laundry, kaus kaki militer, stocking, sarung tangan, ikat pinggang, dan sebagainya. Sepintas terlihat bahwa koleksi-koleksi yang ia design nampak serampangan tetapi setelah diperhatikan lebih teliti Margiela membuat baju-baju tersebut dengan menggunakan teknik tailoring dan keahlian konstruksi baju yang sangat tinggi. Tema-tema yang ia pilih untuk setiap koleksinya selalu berfilosofis dan memiliki makna lebih dalam dari hanya sekedar penampilan. Oleh karenanya, di awal karirnya, Margiela banyak menerima banyak pujian sekaligus kritikan sinis.
Koleksi Spring/Summer 1990: Sleeveless dress yang dikonstruksi dari pola tank top pria yang diperbesar 200 kali
Sumber: buletintekstil.com
Keunikan design Martin Margiela bukanlah tanpa alasan. Ia diketahui sangat menentang kebudayaan konsumerisme eksesif pada tahun 80an sehingga ia mencoba untuk mendobrak kebiasaan stereotipe 80an tersebut dengan cara menciptakan design-design yang seakan mengejek kaum yuppies 80an yang memuja kemewahan. Margiela identik dengan design dekonstruksi (yang banyak terinspirasi oleh design Rei Kawakubo dari Comme des Garçons). Tanpa disadari banyak orang, design-design Margiela banyak menginspirasi designer lain dan diadaptasi hingga kini. Antara lain, tabi boots, yaitu boots yang di bagian depan jempolnya dibelah, oversized garments, raw edge finishing, reversed finishing dan tentunya upcycling.
Baju atasan yang disusun dari ratusan label bekas dan sarung tangan bekas
Sumber: buletintekstil.com
Sweater yang lengannya menggunakan kain dari manekin bekas dan Sweater yang dibuat dari susunan 8 pasang kaus kaki
Sumber: buletintekstil.com
Sebenarnya konsep Repurposed atau Upcycled Fashion
adalah praktek yang telah lama dilakukan orang-orang, terutama di masa perang,
dimana banyak orang mengalami masa kekurangan. Untuk yang senang menonton
film-film lama, mungkin masih ingat bahwa ada beberapa film dengan cerita latar
perang yang menggambarkan karakter utamanya mentransformasi kain gordyn menjadi
baju. Akan tetapi, Martin Margiela merupakan fashion designer yang mempelopori
upcycling untuk membangun koleksi design nya, dan menjadikan upcycling sebagai
bagian dari karakter brand nya
Martin Margiela dikenal sebagai pribadi yang amat sangat tertutup dan rahasia. Ia tidak pernah mau memberi wawancara kepada siapapun, apalagi difoto. Menurutnya, kepopuleran akan mengganggu fokusnya dalam mendesign dan akan mengguncang keseimbangan kepribadian dirinya. Ia memiliki tim design yang sangat loyal dan handal. Di setiap akhir fashion show nya, tim design nya lah yang maju ke depan panggung dan ia tetap tinggal di belakang.
poster iklan pameran koleksi karya Martin Margiela di stasiun metro Paris
Sumber: buletintekstil.com
Martin Margiela memutuskan untuk pensiun dari industri fashion pada bulan Oktober 2009, setelah 20 tahun berkarir mengembangkan brand nya dan menghasilkan total 40 koleksi. Pada tahun 2002 ia menjual sebagian besar saham Maison Martin Margiela kepada OTB Group (Only The Brave), suatu induk perusahaan garment besar yang dimiliki oleh Renzo Losso, pendiri brand Diesel, yang membawahi beberapa brand terkenal dunia seperti Diesel, Marni, Viktor & Rolf, Amiri, dan yang terbaru adalah Jil Sander. Setelah kepergian pendiri dan designer utamanya, Maison Martin Margiela tetap berjalan melalui tim fashion design nya. Setelah 5 tahun berjalan tanpa designer utama, akhirnya pada tahun 2014 John Galliano ditunjuk sebagai creative director Maison Martin Margiela, yang kemudian diubah namanya juga saat itu menjadi Maison Margiela. Melalui arahan John Galliano dan tim design yang handal, Maison Margiela tetap menunjukkan keberadaan mereka dengan tetap mempertahankan semangat dan idealisme Martin Margiela hingga saat ini.
Sumber Berita: buletintekstil.com