Industri fashion global kini tengah
berada di persimpangan jalan antara tradisi dan tanggung jawab lingkungan. Setelah
dihadapkan dengan krisis perburuan liar dan tingginya emisi karbon dari
pengolahan kulit hewan selama bertahun-tahun. Lalu disambung oleh kulit
sintetis berbasis plastik yang digadang-gadang bisa menghentikan penyiksaan
terhadap hewan tapi justu menimbulkan masalah mikroplastik dan limbah tak
terurai.
Kini, pasar mode benar-benar dituntut
untuk mencari solusi yang benar-benar hijau. Dari situlah tercipta sebuah
inovasi kulit vegan yang ramah hewan juga lingkungan. Dan salah satu terobosan
besar yang menghiasi industri mode tahun ini yaitu kulit vegan alias vegan
leather.
Kulit vegan (vegan leather) pun tidak lagi dipandang sebagai alternatif, melainkan garda terdepan untuk fesyen berkelanjutan (sustainable fashion).
Di tengah seruan praktik industri yang lebih ramah lingkungan, kulit
jamur (mushroom leather) muncul sebagai
salah satu terobosan paling inovatif di dunia fashion dan material. Material yang
dikembangkan dari jaringan akar jamur (miselium) ini menawarkan janji
keberlanjutan tanpa mengorbankan kualitas ataupun estetika.
Handfeel dan sifat fisik mushroom leather bisa sangat mirip dengan kulit hewan asli karena strukturnya
bisa disesuaikan. Bahkan kulit jamur disebut-sebut lebih tahan terhadap air,
minyak serta noda lain. Itulah kenapa bahan ini disebut sebagai pengganti bahan
kulit terbaik. Karakter bahannya lembut dan fleksibel, cocok digunakan
untuk bahan sepatu, handbag, strap jam tangan, dompet, serta keperluan
lain.
Kulit jamur juga disebut bahan tekstil vegan sekaligus ramah lingkungan karena
sepenuhnya bebas unsur hewani dan mikroplastik. Sehingga memungkinkan pembuatan
produk pakaian, aksesoris serta alas kaki stylish yang sesuai dengan etika dan nilai-nilai
berkelanjutan. Beberapa diantaranya, yaitu:
·
Dengan
proses produksi kulit jamur tidak menggunakan bahan kimia, mushroom leather
dapat terurai secara hayati di akhir masa pakainya.
·
Penggunaan
media dari produk sampingan hutan organik berupa limbah pertanian atau serbuk
gergaji mengarahkan produksi kulit jamur pada mekanisme daur ulang. Sehingga
proses manufakturnya jauh lebih berkelanjutan.
·
Jamur hanya
butuh waktu beberapa minggu hingga masa panen. Beda dengan hewan sapi atau
buaya yang harus meninggu hingga bertahun-tahun lamanya agar bisa diambil
kulitnya.
Mekanisme pembuatan tekstil kulit jamur atau Mushroom Leather adalah contoh luar biasa dari bioteknologi
sirkular, di mana limbah organik diubah menjadi bahan tekstil. Secara umum,
proses ini terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu:
1.
Persiapan Substrat (Media Tumbuh)
Proses budidaya jamur dimulai dari persiapan substrat
atau media tumbuh. Tahap ini berfokus pada penciptaan lingkungan yang ideal
agar miselium dapat tumbuh secara cepat. Bahan bakunya berupa limbah agroindustri
(pertanian), seperti serbuk gergaji, dedak (bekatul) dari penggilingan padi,
ampas tebu, atau jerami. Limbah tersebut dengan dedak (nutrisi tambahan), kapur
(untuk menyeimbangkan pH media), dan air hingga mencapai kadar ideal (sekitar 65%).
Selanjutnya, media tanam dimasukkan ke dalam
wadah atau kantung plastik tahan panas (baglog) dan disterilkan dengan
cara diukusan atau menggunakan otoklaf selama beberapa jam. Proses ini sangat
penting untuk membunuh mikroorganisme atau jamur lain dan menghambat
pertumbuhan miselium.
2.
Inkubasi Miselium (Proses Pertumbuhan)
Ini adalah tahap inti di mana miselium
tercipta. Betikut step-stepnya:
·
Inokulasi (Penanaman Bibit)
Setelah media dingin, bibit jamur murni (miselium
starter) ditanam ke substrat. Bibit tersebut umumnya dikembangkan dari
jenis jamur yang mampu menghasilkan struktur padat, seperti Ganoderma
lucidum atau Pleurotus ostreatus (Jamur Tiram).
·
Masa Inkubasi
Baglog atau wadah media diletakkan di ruang inkubasi dengan suhu dan kelembapan
terkontrol, serta kondisi anaerob (minim oksigen). Selang beberapa hari atau
minggu, miselium akan tumbuh dan menyebar ke seluruh substrat, merekatkan
partikel-partikel limbah menjadi sebuah matriks yang tebal dan padat menyerupai
busa.
·
Pembentukan Lembaran
Dalam proses komersial kulit jamur (Mylea™
dari Mycotech Lab di Indonesia), miselium diarahkan agar tumbuh dalam bentuk
film atau lembaran. Jaringan padat miselium inilah yang akan dipanen.
3.
Pasca-Produksi (Penyamakan Vegan)
Setelah tumbuh dan mencapai kepadatan serta ketebalan
yang diinginkan, barulah miselium bisa dipanen. Caranya yaitu dengan memisahkan
miselium dari substrat sisa. Kemudian lembaran dikeringkan agar mengeras dan memiliki
tekstur menyerupai kulit.
Langkah terakhir dari proses produksi
mushroom leather yaitu Penstabilan dan Finishing (Tanning). Ini adalah tahapan kunci
yang menentukan kualitas akhir kulit jamur. Tidak seperti kulit hewan yang
menggunakan penyamakan kromium beracun, kulit jamur distabilkan dengan proses penyamakan
berbasis bio atau nabati.
Tujuannya, yaitu:
·
Meningkatkan
daya tahan, membuatnya lebih tahan air, tahan sobek, dan fleksibel.
·
Pewarnaan
dengan zat warna alami yang diekstrak dari tumbuhan, limbah makanan atau pigmen
lain.
·
Miselium
juga perlu dipres atau diberi tekstur agar benar-benar menyerupai kulit sapi,
domba, atau kulit eksotis lainnya.
Inovasi miselium leather telah menandai
era baru, dimana prinsip sustainable fashion bukan hanya wacana,
melainkan sebuah realitas. Fashion pun tak melulu tentang eksploitasi hewan, bahan
kimia atau sumber daya fosil. Pertimbangkan dengan baik, karena keputusan
akhirnya tetap ada di tangan kita!