Drag queens sering kali
disalahpahami sebagai sekadar “laki-laki berdandan perempuan”. Padahal, jauh
sebelum istilah crossdresser populer, drag sudah berkembang sebagai bentuk
ekspresi seni, perlawanan sosial, hingga simbol kebebasan diri. Drag queen
adalah seniman yang menggunakan kostum, performa, makeup, dan persona panggung
untuk menyampaikan cerita, emosi, dan karakter—sebuah ekspresionisme yang kaya,
tebal, dan penuh makna.
Artikel ini membahas bagaimana drag
queens berkembang dari panggung teater kuno hingga menjadi ikon budaya pop
modern.
1. Akar Sejarah: Dari Teater Hingga Varietas Show
Teater Kuno
Dalam banyak budaya, perempuan
dilarang tampil di panggung. Akibatnya, pria harus memerankan karakter
perempuan—termasuk di Jepang (Kabuki), Inggris (Shakespearean theatre), dan
Tiongkok (Opera Beijing). Meski belum disebut “drag”, praktik ini menjadi
fondasi awal kostum dan persona feminin yang dilebihkan.
Asal-usul Kata “Drag”
Ada beberapa teori, tapi salah satu
yang paling populer menyebut bahwa “drag” merujuk pada dress that drags on the floor (gaun panjang yang menyentuh lantai).
Istilah ini kemudian melekat pada karakter panggung laki-laki yang berpenampilan
feminin.
Vaudeville & Music Hall
Pada era 1800–1900-an, seni hiburan
seperti vaudeville dan kabaret mempopulerkan “female impersonators”. Namun,
fokusnya bukan meniru perempuan secara realistis, melainkan menampilkan feminin
yang teatrikal dan komikal. Di sinilah DNA drag mulai terbentuk: lebih besar, lebih dramatis, lebih
eksploratif.
2. Drag Menjadi Bentuk Perlawanan Sosial
Masuk abad 20, drag tidak hanya
tampil sebagai hiburan. Ia berkembang menjadi simbol kebebasan diri, terutama
dalam komunitas queer.
Era Ballroom dan Underground
Pada 1960–80-an, ballroom culture
di New York—khususnya komunitas kulit hitam dan Latin—menjadi rumah aman bagi
para performer yang tak diterima masyarakat luas.
Di sinilah drag queens berkembang
dengan gaya yang kita kenal sekarang: wig
besar, makeup bold, karakter flamboyant, runway performance, serta kategori kompetisi yang kreatif.
Ballroom culture menjadikan drag sebagai bahasa visual untuk
menunjukkan identitas, kreativitas, dan perlawanan.
Stonewall & Aktivisme
Banyak drag queens ikut berperan
dalam Stonewall Riots (1969), salah satu momen penting dalam sejarah gerakan
LGBTQ+. Drag menjadi simbol perjuangan melawan penindasan, menciptakan
identitas mereka sebagai ikon ekspresi sekaligus aktivisme.
3. Drag sebagai Seni Ekspresionisme
Drag adalah bentuk ekspresionisme
modern: mengekspresikan emosi,
identitas, kritik sosial, dan fantasi melalui tubuh, wajah, serta panggung.
Elemen Ekspresionisme dalam Drag
·
Kostum
berlebihan → menunjukkan karakter atau pesan tertentu
·
Makeup
hiperbolik → representasi emosi, bukan keindahan tradisional
·
Gerakan
panggung dramatis → dari lipsync hingga dance theatrical
·
Persona
yang diciptakan → alter ego yang memvisualisasikan cerita
Di sini drag queens tampil sebagai
seniman visual, performatif, dan naratif dalam satu tubuh.
4. Era Modern: Dari RuPaul hingga Global Pop Culture
Perubahan besar terjadi ketika RuPaul’s Drag Race muncul. Drag menjadi
lebih terlihat, lebih dikenal, dan lebih diterima masyarakat.
Dampak Era Modern
·
Drag dianggap sebagai bentuk fashion artistry
·
Banyak brand fashion mengajak drag queens sebagai
model atau muse
·
Media sosial membuka panggung global
·
Muncul gaya drag yang variatif: camp, glamour, horror drag, fashion-forward drag, bahkan androgynous drag
Drag tidak lagi berbicara soal
gender, tapi soal expression.
5. Drag Queens sebagai Ikon Ekspresionisme Masa Kini
Hari ini, drag queens adalah
seniman yang mendorong batas estetika. Mereka menggabungkan mode, musik,
teater, fotografi, humor, dan aktivisme menjadi satu bentuk seni unik.
Mengapa Mereka Disebut Expressionism Icons?
·
Mereka berani tampil ekstrem untuk menyampaikan cerita
·
Mereka memvisualkan emosi melalui bentuk yang tak
biasa
·
Mereka meruntuhkan norma gender dan estetika
tradisional
·
Mereka menonjolkan kreativitas sebagai pusat identitas
Drag queens menunjukkan bahwa
ekspresi diri tidak punya batas—dan setiap orang punya hak untuk menciptakan
versi terbaik dari diri mereka.
Kesimpulan
Drag queens bukan sekadar crossdresser. Mereka adalah ikon
ekspresionisme: seniman yang merayakan kreativitas, identitas, keberanian, dan
kebebasan melalui visual yang dramatis serta performa yang penuh makna.
Sejarah panjang drag membuktikan
satu hal—bahwa seni selalu menemukan caranya untuk hidup, bahkan ketika dunia
mencoba membatasinya.
Sejarah 3 Second, Brand Lokal yang Kualitasnya Gak Kaleng-kaleng!
Fashion 2026 Akan Seperti Apa? Ini Prediksinya!
Evolusi Gaya Otaku: Dari Akihabara Jepang, ke Runway Dunia
Effortlessly Handsome: Trik Biar Ganteng Maksimal, Usaha Minimal
Black Friday di Dunia Fashion Lokal: Panduan Belanja Cerdas Biar Gaya Tetap Maksimal!
6 Acara Mode Paling Berpengaruh di Dunia
Mengenal Shrug, Outer Kecil yang Bikin Penampilan Auto Kece!
Inilah 7 Item Pakaian yang Tidak Lekang oleh Waktu, Kelas, Maupun Generasi
Mengenal Drawn Thread Embroidery dan Cara Membuatnya