Sahabat bahankain, bahan kulit selalu punya tempat tersendiri dalam dunia fashion. Dari sepatu, jaket, dompet, sampai aksesoris—kulit dianggap sebagai simbol keanggunan dan kekuatan. Namun, kulit juga bahan yang penuh kontroversi. Mulai dari isu penyamakan ramah lingkungan, sampai penggunaan kulit hewan yang diperdebatkan dari sisi etika.
Buat kamu yang ingin memakai bahan
kulit dalam produksi fashion, penting sekali untuk memahami perbedaannya—baik
dari segi kualitas, jenis, maupun implikasi lingkungan dan budaya. Perlu
memahami panduan lengkap bahan kulit untuk fashion: jenis, kualitas, dan
kontroversinya.
Di artikel kali ini kita akan melajari
jenis kulit asli dan sintetis, teknik penyamakan, hingga kualitas kulit
terbaik. Juga bagaimana cara menemukan dan memilih bahan kulit yang tepat untuk
brand fashion sahabat bahankain.
1. Asal-Usul Kulit: Dari Sapi hingga
Ular
Kulit biasanya berasal dari hewan yang
sebagian besar merupakah binatang ternak, dan juga ada beberapa dari reptil
maupun binatang lain. Namun yang paling umum digunakan antara lain seperti:
· Sapi &
anak sapi (cowhide & calf): sumber kulit paling besar, dan paling umum
dipakai untuk jaket, sepatu, dompet
· Domba & kambing: teksturnya lebih halus dan lentur, cocok
untuk sarung tangan dan lapisan dalam
· Babi: sering digunakan tapi jarang masuk pasar
muslim karena faktor agama
· Kulit
eksotis: seperti ular, buaya, ikan pari, dan
burung unta — sering dipakai untuk aksesoris mewah
Di Indonesia, produsen kulit banyak
berasal dari Garut (Jawa Barat), Magetan (Jatim), dan Manding (Yogyakarta). Produk
lokal seperti jaket kulit, sepatu boots, dan dompet dari Manding bahkan
diekspor ke Eropa dan Jepang.
2. Real
vs Faux Leather: Mana yang Lebih Baik?
Kulit asli punya daya tahan tinggi,
bisa bertahan puluhan tahun bila dirawat. Tapi juga mahal, berat, dan proses
produksinya mengandung dampak lingkungan tinggi.
Sementara kulit sintetis (faux leather)
jauh lebih murah, ringan, dan kini semakin canggih dari sisi tampilan. Tapi
umurnya pendek dan umumnya berbahan dasar plastik.
Menariknya, kini banyak fashion brand
lokal yang mulai memadukan keduanya: bagian luar dari kulit sintetis, bagian
dalam dari bahan lain yang ramah lingkungan.
3. Proses Penyamakan: Chrome vs Vegetable Tanning
Kulit mentah harus melalui proses
penyamakan agar awet. Ada tiga metode umum:
· Chrome tanning (wet blue): paling cepat dan murah, tapi paling
mencemari lingkungan
· Vegetable tanning: menggunakan bahan alami dari kulit pohon,
lebih ramah lingkungan tapi mahal dan lama
· Aldehyde tanning: lebih jarang digunakan, biasanya untuk
sepatu balita karena bebas krom
Banyak produsen besar di Indonesia
mulai melirik vegetable tanning sebagai bagian dari komitmen green fashion.
4. Kualitas Kulit: Tidak Semua Area
Sama
Satu lembar kulit sapi dibagi
berdasarkan lokasi pemotongan:
· Bagian
pantat (butt): paling kuat dan mahal
· Bend & shoulder: kualitas sedang, umum untuk jaket dan tas
· Perut &
leher (belly/head): kualitas lebih rendah, mudah melar dan tidak
tahan lama
Sedangkan dari segi grading, kulit akan
dibagi lagi menjadi:
· Top grain: tidak diampelas, alami, tahan lama
· Corrected grain: bagian atas dihaluskan, lebih ekonomis
· Split & reconstituted: sisa potongan yang dikompresi ulang, sering
dipakai untuk produk murah
5. Pro dan Kontra Penggunaan Kulit
Keunggulan kulit:
· Tampilan mewah dan berkelas
· Tahan lama
· Nyaman dipakai dan makin lembut seiring waktu
· Bisa diproses agar tahan air, noda, bahkan api
Kekurangan kulit:
· Mahal
· Memudar jika kena matahari terus menerus
· Menyerap keringat dan mudah bau jika tidak
dirawat
· Etika dan dampak lingkungan
6. Kontroversi Etika & Lingkungan
Banyak aktivis yang mengkritik
industri kulit karena keterlibatan penyiksaan hewan—seperti pemotongan tanduk,
kastrasi, bahkan disembelih tanpa bius. Organisasi seperti PETA menyoroti
kekejaman di balik industri produk fashion yang tampak indah.
Selain itu, penyamakan kimia juga
menghasilkan limbah logam berat seperti krom yang mencemari sungai dan merusak
lingkungan. Sebagai alternatif, kini mulai muncul kulit vegan dari bahan
seperti kulit jamur (mycelium), nanas (Piñatex), dan bahkan daun jati.
Sahabat bahankain, bahan kulit bisa
menjadi bahan luar biasa untuk membangun brand fashion yang kuat. Tapi perlu
pemahaman dalam: dari sumbernya, proses produksinya, hingga konsekuensi lingkungannya.
Kamu bisa tetap memilih bahan kulit—asal
disertai tanggung jawab. Gunakan kulit yang bersertifikasi, pilih proses
penyamakan alami, dan jangan lupa edukasi pelangganmu. Karena brand yang
berkelas, selalu berawal dari keputusan bahan yang penuh kesadaran.